I made this widget at MyFlashFetish.com.

Senin, 25 November 2013

Jangan diskriminasikan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)

ISD 8 : Prasangka diskriminasi dan etnosentrisme

PENDAHULUAN

Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional

John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori :

Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Beberapa jenis diskriminasi terjadi karena prasangka dan dalam kebanyakan masyarakat tidak disetujui.


Terkadang Prasangka-prasangka yang berlebihan akan membuat suatu masyarakat terpecah menjadi kelompok. Kelompok-kelompok ini terjadi akibat dari prasangka yang berlebihan terhadap kelompok lainnya akibat prasangka yang menyebabkan Diskriminasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia Diskriminasi dapat diartikan sebagai pembedaan sikap dan perlakuan terhadap sesama manusia. Dalam pengertian tersebut ada 1 kata penting yaitu pembedaan. Jika kita kaitkan dengan istilah prasangka, Diskriminasi merupakan puncak dari Prasangka, dalam artian bahwa Prasangka yang berlebihan akan membuat Diskriminasi.

Tentunya akibat diskriminasi ini akan menyebabkan masyarakat menjadi berkelompok-kelompok. Apabila Prasangka dan Diskriminasi sangat besar pada masyarakat akan menghasilkan perpecahan sehingga dalam masyarakat nantinya akan melebihkan atau mempercayai kelompoknya masing-masing hal ini kita kenal dengan istilah Etnosentrisme. Etnosentrisme ini merupakan suatu yang sangat berbahaya dalam masyarakat karena etnosentrisme ini akan menciptakan perpecahan yang berkibat fatal dalam masyarakat. Paling fatal dalam masyarakat akibat sikap etnosentrisme yang berlebihan adalah konflik yang berkepanjangan, karena tidak ada salah satu kelompok yang mau bekerjasama dan mempercayai kelompok lainnya.

Prasangka, Diskriminasi, dan Etnosentrisme merupakan 3 hal yang sebaiknya tidak ada dalam masyarakat karena ketiga ini merupakan sesuatu yang membuat sebuah percikan konflik yang dapat berkepanjangan seperti dibeberapa negara yang ada di wilayah afrika dan timur tengah, akhirnya merugikan banyak pihak. Walaupun demikian ada satu hal yang masih diperkenankan kita miliki, yaitu prasangka. Kita harus memiliki prasangka pada orang lain, hal ini tentunya agar kita selalu bersikap awas pada orang lain terlebih yang belum kita kenal


Prasangka (prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Baha arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
 
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.

 Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :

1.    berlatar belakang sejarah
2.    dilatar-belakangi  oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
3.    bersumber dari factor kepribadian
4.    berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama

Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminai
1.    Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2.    Perluasan kesempatan belajar
3.    Sikap terbuka dan sikap lapang

Sikap menurut morgan (1966) adalah kecenderungan untuk berespon, baik secara positif maupun negatif, terhadap orang, obyek, atau situasi. Tentu saja kecenderungan untuk berespon ini meliputi perasaan atau pandangannya, yang tidak sama dengan tingkah laku.


Sikap mempunyai komponen-komponen, yaitu : 
a.    kognitif : artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya terlepas pengetahuan itu benar atau salah 
b. Afektif: artinya dalam bersikap akan selalu mempunyai evaluasi emosinal (setuju-tidak setuju) mengenai objeknya Konatif: artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya, mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) samapai pada yang aktif (tindakan menyerang)

CONTOH KASUS

Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk memberikan akses yang lebih luas bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia hingga kini masih merasakan adanya dikriminasi. Termasuk diskriminasi ketika melakukan pemeriksaan kesehatan, diskriminasi tersebut salah satunya dilakukan oleh para dokter.
Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk memberikan akses yang lebih luas bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA), termasuk akses yang lebih luas dalam bidang kesehatan. Hal ini untuk menghindari terjadinya diskriminasi terhadap para ODHA di Indonesia. Namun, dalam implementasinya para ODHA hingga kini masih merasakan terjadinya diskriminasi tersebut.
Asisten Sekjen Komunitas ODHA Bali (KOBA) Yurike Ferdinandus pada keteranganya di Denpasar Bali pada Senin sore mengungkapkan, diskriminasi dalam memperoleh akses kesehatan saat ini justru lebih sering dilakukan oleh para tenaga kesehatan. Bahkan beberapa tenaga kesehatan secara terang-terangan menolak memberikan pelayanan kesehatan ketika mengetahui pasien yang ditangani positif HIV/AIDS.
Yurike Ferdinandus mengatakan, “Itu kenyataan yang ada itu, ya paling 50 persen baru bisa berjalan, kalau orang itu memang benar-benar tahu benar penderita HIV itu seperti apa, barulah dia mau care, tapi kalau tidak lempar sana, lempar sini.”
Yurike menyatakan penanggulangan AIDS selama ini juga cendrung bersifat proyek dan bukan program penanggulangan yang bersifat berkelanjutan. Apalagi sering sekali program penanggulangan AIDS oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) memanfaatkan jasa LSM.
“Kadang-kadang tidak tepat guna, saya rasakan sendiri, ini LSM paling yang dihubungi ABCDE padahal yang diluar sana ada FJHI lagi , karena yang terjangkau hanya ABCDE yang kalau ada program lagi masuk ke LSM ya , yang dapat hanya ABCDE saja,” papar Yurike lagi.
Sedangkan Ketua Pokja Humas KPA Bali Prof. Mangku Karmaya mengakui banyak kendala dalam implementasi mewujudkan akses kesehatan universal bagi ODHA di lapangan. Mengingat jumlah tenaga medis yang paham tentang HIV/AIDS juga masih terbatas

Mangku Karmaya menjelaskan, “Masih banyak hambatan ini ya, kita butuh tenaga yang khusus tentang penyakit kelamin, kalau di puskesmas-puskesmas harus ada paling tidak itu, meskipun kita sudah punya prosedur untuk pemeriksaan sederhana.”
Berdasarkan data KPA Bali jumlah kasus HIV/AIDS di Bali kini telah mencapai 4.300 kasus. Sementara peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS kini menjadi ancaman bagi pencapaian target Millenium Development Gools (MDGS) atau target pembagunan millennium pada 2015.
(sumber: VOA News)

Dari contoh kasus diatas, diskriminasi bisa terjadi oleh para ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). Mereka bahkan mendapatkan diskriminasi justru dari tenaga medis itu sendiri. Apabila pasien yang mereka periksa ternyata pengidap HIV/AIDS, mereka cenderung enggan untuk melanjutkan pemeriksaan kesehatan. Alasan takut tertular mungkin salah satunya, padahal hanya hal-hal tertentu saja yang menyebabkan seseorang bisa tertular. Para ODHA itu tidak bisa didiskriminasi secara ilmu kesehatan saja, belum lagi masyarakat luas yang cenderung enggan untuk bergaul secara sosial dengan ODHA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar